CIRI-CIRI KHAWARIJ YANG DIPAKSAKAN OLEH idahram HARUS COCOK DENGAN CIRI-CIRI KAUM SALAFY WAHABI
PERTAMA : Sabda Nabi tentang sifat khawarij “Kaum Yang Muda Usianya”
Idahram berkata :
((Usia kaum itu “berumur muda”
Poin ini bisa memiliki banyak maksud, diantaranya adalah (*1) usia pergerakan dakwahnya masih muda, atau (*2) ajaran yang dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte sebelumnya. (*3) Atau ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih muda. (*4) Atau cara berpikirnya pendek dan sempit disebabkan oleh pengalamannya yang masih muda.
Semua kriteria ini bisa masuk ke dalam sekte wahabi)). Demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 143.
Bantahan terhadap igauan Idahram ini dari 2 sisi :
Pertama : Igauan Idahram menyelishi tafsiran para ulama.
Kalau kita kembali kepada para ulama yang menjelaskan sabda Nabi “Kaum yang muda usianya”, maka akan kita dapati bahwa seluruh ulama sepakat bahwa maksudnya adalah “berusia muda”, yaitu kaum khawarij pengikutnya adalah para pemuda.
Ibnu Hajar berkata:
“Dan Al-Asnaan adalah jamak (plural) dari kata tunggal sin, dan maksudnya adalah umur/usia, dan maksudnya bahwasanya khawarij itu para pemuda” (Fathul Baari 12/287). Dan para ulama telah sepakat dengan tafsiran ini karena itulah makna dzohir/lahiriah dari lafal hadits ini. Lihat juga penjelasan Imam An-Nawawi di Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim (7/160), Al-Qoodhi ‘Iyaadh Al-Maliki di Masyaariqul Anwaar ‘alaa Sihaah Al-Atsar (1/183), Al-Qostholaani di Irsyaad As-Saari (10/171), Al-Munaawi As-Syafii di Faidul Qodiir (4/226), Al-‘Adziim Aabadi di ‘Aunul Ma’buud (13/80), Al-Mubaarokfuuri di Tuhfatul Ahwadzi (6/353).
Tidak seorangpun dari mereka yang menafsirkan makna “kaum berumur muda” dengan 4 tafsiran yang disebutkan oleh Idahram. Saya tidak tahu Idahram ini mengambil tafsiran lafal hadits dari mana?? Apakah karangan ia sendiri??!!!.
Idahram berusaha lari dan kabur dari tafsiran ulama tentang berusia muda, karena dia sadar bahwasanya kaum Salafy Wahabi bukanlah kaum pemuda sebagaimana halnya dengan kaum khawarij, sehingga akhirnya Idahram berusaha mentakwil-takwil sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penafsirannya sendiri !!!.
Kedua : Tafsiran-tafsiran (baca : igauan-igauan) Idahram tersebut pun menyelisihi kenyataan yang ada.
Igauan (1) : Usia dakwahnya masih muda !!!
Ini tentu menyelisihi kenyataan, bahkan usia dakwah Salafy Wahabi sudah sangat tua. Bukankah Idahram menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab telah mengambil dakwahnya dari Ibnu Taimiyyah??. Hal ini berarti dakwah salafy sudah berusia sekitar 6 abad??, bukankah ini sudah cukuk lama wahai Idarhram??!
Igauan (2) : Ajaran yang dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte sebelumnya.
Tentunya dakwah salafi wahabi akan berbeda dengan sekte-sekte sesat sebelumnya, seperti syi’ah, khawarij, mu’tazilah, murjiah, jahmiyah, asya’iroh, dll. Karena memang dakwah salafy adalah menyeru untuk kembali kepada pemahaman para salaf yang menyelisihi pemahaman sekte-sekte tersebut.
Igauan (3) Ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih muda
Sungguh aneh dan lucu karena menyelisihi kenyataan yang ada. Orang-orang awam pun paham jika ilmu para dai salafi jauh lebih ‘ilmiiyah dan penuh kejujuran dan didasari oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ditopang dengan perkataan para ulama. Adapun dakwah idahram…penuh kedustaan, kengawuran…, menafsirkan dengan hawa nafsu sendiri…!!!
Igauan (4) Cara berpikirnya sempit disebabkan pengalamannya yang masih muda
Memang benar bahwa dakwah salafy adalah sempit karena hanya membatasi umat islam kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para salaf. Adapun dakwah Idahram maka sangat terbuka, sampai-sampai syi’ah yang mengkafirkan para sahabatpun diterima !!!??
KEDUA : Ciri-Ciri Khawarij Salafi Wahabi Kepala Plontos
Idahram berkata :
((Ciri-ciri mereka bercukur (plontos), celana gantung, dan memecah belah umat.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ، وَيَقْرَءُونَ القُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ»، قِيلَ مَا سِيمَاهُمْ؟ قَالَ: ” سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ – أَوْ قَالَ: التَّسْبِيدُ – “. وفي صحيح مسلم وصحيح ابن حبان فيهما زيادة “يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ” (رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجه وأبو داود وأحمد وغيرهم)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. dari Nabi Saw. bersabda, “Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah bisa kembali ke busurnya. Ciri-ciri mereka adalah mencukur habis rambutnya atau gundul”.
Dalam shahih Muslim dan Shahih Ibnu Hibban ditambahkan kalimat, “Mereka keluar dalam perpecahan manusia” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya)…))
Idahram berkata,
“Rambut kepala mereka gundul/plontos. Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdil Wahab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya. Ibnu Abdil Wahab mengkalim bahwa, orang-orang Islam yang masih dalam keadaan musyrik atau kafir sebelum mengikuti ajaran yang dibawanya. Oleh karena itu, mereka semua harus memberishkan sisa-sisa rambut kekafiran mereka itu dengan mencukurnya. Itulah fakta sejarah yang telah terjadi ketika Ibnu Abdil Wahab masih hidup dalam upaya ‘mengislamkan’ kembali umat Islam yang telah kafir dan musyrik menurut versi mereka. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya, dari sejak zaman Rasulullah Saw.” (Sekte Berdarah…hal 167)
Sanggahan terhadap pernyataan Idahram di atas dari beberapa sisi,
Pertama : Tentunya setiap orang yang waras dan matanya masih belum rabun mengetahui bahwasanya ini jelas-jelas merupakan kedustaan. Apakah para ulama salafy wahabi (bahkan demikian juga penduduk awam salafy wahabi) hobinya gundul??, kemana-kemana selalu menampakkan kegundulan mereka??!!.
Demikian juga para pendukung dakwah salafy wahabi di Indonesia apakah semuanya berkepala plontos??!. Apakah ada satu saja dari sekian banyak pendukung dakwah salafy wahabi yang berpemahaman demikian??!!.
Kedua : Justru pernyataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa “ciri khas kaum khawarij berkepala plontos” merupakan dalil yang sangat kuat bahwasanya kaum salafy wahabi bukanlah khawarij. Karena tidak seorangpun dari mereka yang hobi plontos !!!.
Sungguh Idahram terlalu memaksa-maksakan agar kaum salafy wahabi harus menjadi khawarij, sehingga seluruh sifat-sifat khawarij yang disebutkan Nabi harus sepadan dengan ciri-ciri kaum wahabi.
Ketiga : Idahram telah melakukan tipu muslihat, dengan memotong perkataan ulama.
Untuk menguatkan pernyataan bahwa ciri-ciri khawarij salafy wahabi adalah plontos maka Idahram menukil dari salah seorang pengikut dakwah Salafy Wahabi, Idahram berkata,
((Abdul Aziz ibnu Humaid, salah seorang dari keturunan pendiri Salafy Wahabi (Muhammad bin Abdul Wahab) mengakui kenyataan itu. Ia mengatakan :
فالذي تدل على الأحاديث ، النهي عن حلق بعض وترك بعض، فأما تركه كله فلا بأس به، إذا أكرمه الإنسان كما دلت عليه السنة النبوية. وأما حديث كليب ، فهو يدل على الأمر بالحلق عند دخوله في الإسلام إن صح الحديث …. لأن ترك الحلق ليس منهيا عنه، وإنما نهى عنه ولي الأمر؛ لأن الحلق هو العادة عندنا، ولا يتركه إلا السفهاء عندنا، فنهى عن ذلك نهي تنزيه لا نهي تحريم سدا للذريعة؛ ولأن كفار زماننا لا يحلقون فصار في عدم الحلق تشبها بهم
“Yang ditunjukkan oleh hadis-hadis itu adalah larangan untuk menggundul sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lainnya. Tidak menggundul rambut secara keseluruhan pun tidak masalah, jika orang-orang memandangnya baik sebagaimana sunnah Nabi menyatakan itu. Adapun hadis Kulaib menunjuk kepada perintah gundul ketika seseorang masuk Islam, jika hadis itu shahih…Karena menggundul kepada adalah kebiasaan kami, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali oleh orang-orang bodoh kami. Maka larangan tidak menggundul ini adalah larangan yang bersifat anjuran, bukan larangan haram, sebagai bentuk antisipasi. Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan)….)).
Demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 168-169.
Hal ini merupakan kedustaan, akan tetapi kedustaan dengan cara yang halus, sebuah tipu muslihat. Marilah kita melihat langsung teks asli (scan) dari pernyataan ulama tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab Ad-Durar As-Saniyyah 4/152
Terjemahan yang benar dari teks aslinya adalah sebagai berikut :
“Anak-anak Keturunan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan syaikh Muhammad bin Naashir ditanya tentang hukum mencukur sebagian rambut kepada, dan membiarkan sebagian yang lain?
Maka mereka menjawab : Yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yaitu larangan mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Adapun meninggalkan rambut kepala seluruhnya (*tidak dicukur sama sekali) maka tidak mengapa jika seseorang memuliakan rambutnya, sebagaimana ditunjukkan oleh sunnah yang shahih. Dan adapun hadits Kulaib maka menunjukkan akan perintah untuk mencukur (gundul) tatkala ia masuk Islam –hal ini jika haditsnya shahih-, dan tidak menunjukan bahwa senantiasa botak adalah sunnah. Dan adapun memberi ta’ziir (hukuman) kepada orang yang tidak gundul dan mengambil hartanya maka hal ini tidak diperbolehkan, yang pelakunya (*yang menta’zir dan mengambil harta dari yang tidak gundul-pen) dilarang untuk melakukannya, karena meninggalkan mencukur rambut bukanlah perkara yang dilarang. Hanyalah yang melarang untuk meninggalkan botak yaitu waliyul amr, karena mencukur botak adalah adat kami, dan tidak ada yang meninggalkan cukur botak kecuali orang-orang yang bodoh, maka hal ini dilarang dengan larangan tanziih (*yaitu hukumnya hanya makruh) dan bukan larangan tahrim (*yaitu bukan karena haram), sebagai tindakan preventive.” (Ad-Duror As-Saniyyah 4/152)
Dari sini kita mengetahui kedustaan Idahram dari dua sisi :
Pertama ; Ia menghapus perkataan yang kami garis bawahi (dalam terjemahan yang benar), padahal terjemahan tersebut menunjukkan kebalikan apa yang dituduhkan oleh Idahram. Sangat jelas bahwa mereka (keturunan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab) dengan tegas menyatakan bahwa:
– Selalu botak (yang merupakan ciri khas) kaum khawarij bukanlah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
– Orang yang memberi hukuman kepada yang tidak gundul serta mengambil hartanya, orang ini harus dicegah dan dilarang
– Tidak gundul bukanlah perkara yang dilarang.
Mereka hanya menjelaskan bahwa kebiasaan adat mereka adalah mencukur gundul sekali-sekali, dan dalam adat mereka yang tidak mau gundul sama sekali biasanya orang bodoh. Akan tetapi ingat ini hanya berkaitan dengan adat
Kedua : Idahram menambah nukilan perkataan yang tidak dikatakan oleh mereka. Tambahan tersebut adalah :
ولأَنَّ كُفَّارَ زَمَانِنَا لاَ يَحْلقون فَصَارَ فِي عدمِ الْحلق تَشَبُّهًا بهم
“Sebab orang-orang kafir di zaman kami tidak menggundul kepalanya, sehingga tidak gundul itu adalah menyerupai orang-orang kafir (yang itu diharamkan)” (Sejarah Berdarah… hal 169)
Demikian tambahan nukilan dusta yang ditambahkan oleh Idahram.
Yang semakin menunjukkan busuknya dusta Idahram, ia lalu mengomentari tambahan dustanya ini dengan menambah kedustaan tuduhan yang lain. Ia berkata, “Perlu diingat, setiap kali mereka menyebutkan kata “kafir” atau “musyrik di zaman kami” maksudnya adalah umat Islam yang tidak mengikuti ajaran mereka” (Sejarah Berdarah… hal 169)
Metode tipu muslihat seperti ini semakin menguatkan dugaan sebagian orang bahwasanya Idahram itu adalah Abu Salafy yang suka berdusta dan menambah perkataan ulama, sebagaimana telah saya buktikan dimana Abu Salafy menambah-nambahi perkataan Imam Al-Qurthubi. (silahkan lihat kembali artikel ini “Sekali lagi : Tipu muslihat Abu Salafy CS (bag 2)“)
Keempat : Tuduhan dusta yang dilontarkan Idahram kepada kaum Salafy Wahabi ternyata hanyalah kedustaan yang diwarisi oleh Idahram dari para nenek moyangnya yang gemar berdusta karena hasad dan memusuhi dakwah salafy wahabi.
Dan tuduhan tersebut pernah dibantah langsung oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab rahimahullah. Berikut teks asli (scan) bantahan beliau rahimahullah :
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata : “Adapun pembahasan tentang hukum membotak rambut kepala dan bahwasanyya sebagian orang-orang badui yang masuk dalam agama kami mereka memerangi orang yang tidak menggundul kepalanya, dan mereka membunuh hanya karena sebab masalah “gundul” saja, dan bahwasanya barang siapa yang tidak menggundul kepalanya maka menjadi murtad??!!”
Maka jawabannya : “Ini merupakan kedustaan dan mengada-ngada atas nama kami, dan orang yang melakukan ini (*membunuh orang hanya karena tidak gundul) tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhirat. Karena kekufuran dan kemurtadan hanyalah timbul karena sikap mengingkari perkara-perkara agama islam yang telah diketahui secara darurat (*yaitu sangat jelas dan diketahui oleh semua orang-pen). Dan macam-macam bentuk kekufuran dan kemurtadan baik berupa perkataan maupun perbuatan telah diketahui oleh para ulama, dan tidak gundul bukanlah termasuk dari macam-macam bentuk kekafiran. Bahkan kami tidak mengatakan bahwa menggundul adalah sunnah, apalagi sampai wajib, apalagi sampai kalau ditinggalkan menjadi murtad dari Islam !!!
Dan yang dilarang oleh sunnah adalah al-qoza’, yaitu menggundul sebagian kepala dan membiarkan sebagian yang lain. Inilah yang kita dilarang melakukannya dan kita akan memberi pelajaran kepada pelakunya. Akan tetapi orang-orang bodoh yang datang kepada kalian tidak bisa membedakan tentang macam-macam kekufuran dan kemurtadan. Dan banyak diantara mereka tidak memiliki tujuan kecuali merampas harta. Kami sama sekali tidak memerintahkan seorangpun dari para gubernur/pemimpin untuk memerangi orang yang tidak menggundul kepalanya. Akan tetapi kami memerintahkan mereka untuk memerangi orang yang berbuat kesyirikan kepada Allah dan enggan untuk mentauhidkan Allah, serta enggan untuk menjalankan syari’at seperti sholat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadan.
Jika mereka menyelisihi hal ini dan perbuatan mereka sampai kepada kami maka kami tidak menyetujui mereka akan hal ini, dan kami berlepas diri kepada Allah dari perbuatan mereka, dan kami akan memberi pelajaran kepada mereka sesuai kadar kriminal mereka dengan idzin dan kekuatan Allah” (Ad-Duror As-Saniyyah 10/275-276)
KETIGA : Ciri-Ciri Khawarij Salafy Wahabi : Celana Gantung
Untuk menunjukkan bahwa ciri-ciri khawarij adalah bercelana gantung maka idahram membawakan sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan dari sahabat Abu Barzah Al-Aslamiy radhiallahu ‘anhu. Idahram berkata :
أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِدَنَانِيرَ فَكَانَ يَقْسِمُهَا وَعِنْدَهُ رَجُلٌ أَسْوَدُ مَطْمُومُ الشَّعْرِ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَبْيَضَانِ – وفي رواية الحاكم في المستدرك على الصحيحين فيها زيادة “رَجُلٌ مُقَلِّصُ الثِّيَابِ ذُوْ سيْمَاءٍ- بَيْنَ عَيْنَيْهِ أَثَرُ السُّجُودِ فَتَعَرَّضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا ثُمَّ أَتَاهُ مِنْ خَلْفِهِ فَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا فَقَالَ وَاللَّهِ يَا مُحَمَّدُ مَا عَدَلْتَ مُنْذُ الْيَوْمَ فِي الْقِسْمَةِ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضَبًا شَدِيدًا ثُمَّ قَالَ وَاللَّهِ لَا تَجِدُونَ بَعْدِي أَحَدًا أَعْدَلَ عَلَيْكُمْ مِنِّي قَالَهَا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يَرْجِعُونَ إِلَيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى صَدْرِهِ سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ لَا يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ قَالَهَا ثَلَاثًا شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ” (رواه البخاري ومسلم والنسائي وأحمد وابن أبي شيبة والطيالسي والحاكم وغيرهم)
“Rasulullah Saw. diberikan sekumpulan dinar (ghanimah), lalu beliau membagikannya. Di dekatnya ada seorang lelaki hitam mengenakan pakaian putih-putih –pada riwayat al-Hakim dalam kitab al-Mustadrok ‘ala as-Shahihain ada penambahan kalimat “seorang lelaki berpakaian menggantung dan memiliki ciri khas- dan diantara kedua matanya ada bekas sujud. Lelaki itu menghadang Rasulullah Saw. dengan mendatanginya dari arah depan, Namun Rasulullah Saw. tidak memberi sesuatu kepadanya. Kemudian lelaki itu mendatanginya dari arah belakang, namun Rasulullah Saw. juga tidak memberikannya sesuatu. Lantas lelaki itu berkata, “Demi Allah, hai Muhammad, engkau tidak berlaku adil sejak hari ini dalam membagikan (ghanimah)”. Rasulullah Saw. marah sekali, lalu bersabda, “Demi Allah, tidak akan kalian jumpai setelahku orang yang lebih adil daripadaku terhadap kalian.”, beliau mengucapkan itu tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, Akan keluar dari timur orang-orang yang mana lelaki ini bagian dari mereka dan seperti itulah penampilan mereka. Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati pangkal tenggorokannya. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus dari (badan) binatang buruannya, tidak pernah bisa kembali lagi –Rasulullah Saw. mengelus dadanya, lalu melanjutkan- cirri-ciri mereka adalah plontos. Mereka masih saja muncul sampai muncul orang-orang mereka yang paling akhir. Jika kalian mendapati mereka, maka bunuhlah mereka –Rasulullah Saw. mengucapkan itu tiga kali-, mereka adalah seburuk-buruk makhluk” (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, At-Thayalisi, al-Hakim, dan lainnya), demikian penukilan hadiys Nabi oleh Idahram dalam bukunya Sejarah Berdarah… hal 165-167.
Idahram berkata, “Berpakaian menggantung (muqallish ats-tsiyaab). Beginilah diantara ciri-ciri yang Rasulullah Saw. sampaikan tentang mereka. Apakah salafi Wahabi seperti itu mewajibkan celana nggantung?. Pembaca budiman pasti sudah mengetahui jawabannya. Celana di atas tumit itu tidak buruk –paling tidak untuk menghindari dari terkena najis atau kotoran- akan tetapi bukan suatu kemestian. Asal jangan berlebih-lebihan hingga –maaf- seperti tukang pacul atau celana hawai di pantai karena terlalu menggantung. Yah, yang wajar-wajar saja. Sebab, Nabi Saw. sendiri juga mempersilakan Abu Bakar untuk memanjangkan pakaiannya sebagaimana terdapat dalam hadits shahih” (Sejarah Berdarah…hal 169).
Sanggahan terhadap igauan Idahram ini dari beberapa sisi :
Pertama : Kesalahan Idahram dengan menyandarkan hadits di atas kepada Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, karena kedua Imam tersebut tidak meriwayatkan hadits di atas. Tentunya ini merupakan tipu muslihat, sehingga mengesankan kepada para pembaca bahwa hadits ini jelas sangat shahih mengingat dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian.
Kedua : Hadits ini ternyata sanadnya lemah. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Syariik bin Syihab, dan ia adalah seorang yang majhul. Akan tetapi sebagian ulama menghasankan hadits ini atau menyatakan sebagai hadits shahih lighoirihi karena syawahid.
Ketiga : Tambahan riwayat dalam Mustadrok Al-Haakim “مقلص الثياب” ternyata bukan dari hadits Abu Barzah Al-Aslami, akan tetapi dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri. Hal ini menunjukkan kurang telitinya Idahram dalam mentakhrij hadits.
Keempat : Hadits-hadits Abu Barzah Al-Asalmi, dan juga hadits Abu Sa’id Al-Khudri menceritakan tentang kisah Dzul Khuwashiroh yang protes terhadap pembagian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ia anggap tidak adil.
Akan tetapi yang perlu dicamkan bahwasanya tidak semua sifat-sifat yang dimiliki oleh Dzul Khuwaishiroh lantas menjadi ciri-ciri khas kaum khawarij. Ciri-ciri khas fisik kaum khawarij adalah sifat-sifat yang disebutkan oleh Nabi merupakan alamat khawarij, seperti kepala plontos sebagaimana telah lalu. Dimana Nabi menegaskan dalam sabdanya سِيمَاهُمْ التَّحْلِيقُ “ciri-ciri mereka adalah gundul”:
Karena kalau semua sifat yang disebutkan tentang Dzul Khuwaishiroh dianggap merupakan ciri khusus kaum khawarij maka ada beberapa sifat baik yang dimiliki oleh khawarij. Misalnya mereka sholat, sehingga hal inilah yang membuat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah Kholid bin Al-Waliid untuk memenggal leher Dzul Khuwaishiroh.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata :
فَقَامَ رَجُلٌ غَائِرُ العَيْنَيْنِ، مُشْرِفُ الوَجْنَتَيْنِ، نَاشِزُ الجَبْهَةِ، كَثُّ اللِّحْيَةِ، مَحْلُوقُ الرَّأْسِ، مُشَمَّرُ الإِزَارِ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ، قَالَ: «وَيْلَكَ، أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ» قَالَ: ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ، قَالَ خَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ أَضْرِبُ عُنُقَهُ؟ قَالَ: «لاَ، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي» فَقَالَ خَالِدٌ: وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِي قَلْبِهِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ» قَالَ: ثُمَّ نَظَرَ إِلَيْهِ وَهُوَ مُقَفٍّ، فَقَالَ: «إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا، لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ»
“Maka berdirilah seseorang yang matanya mencengkung ke dalam, kedua tulang pipinya menonjol, jidatnya maju, jenggotnya tebal, kepalanya botak, menggulungkan sarungnya, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, bertakwalah engkau kepada Allah !!”. Nabi berkata, “Celaka engkau, bukankah aku adalah penduduk bumi yang paling pantas untuk bertakwa kepada Allah??”. Lalu orang itupun pergi, maka Kholid bin Al-Waliid berkata, “Wahai Rasulullah apakah boleh aku memenggal lehernya?”, Nabi menjawab, “Jangan, siapa tahu ia sholat“. Kholid berkata, “Betapa banyak orang yang sholat mengucapkan di lisannya apa yang tidak ada di hatinya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku tidak diperintahkan untuk memeriksa hati-hati orang dan tidak diperintah untuk membelah perut mereka”. Lalu Nabi melihat kepada orang tersebut dan orang tersebut dalam keadaan berjalan pergi, lalu Nabi berkata, “Akan keluar dari keturunan orang ini sebuah kaum yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan basah (*yaitu senantasa lidah mereka basah membaca al-qur’an) akan tetapi tidak melewati kerongongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari (jasad) binatang buruannya” (HR Al-Bukhari no 4351 dan Muslim no 1064)
Dalam hadits-hadits tentang Dzul Khuwaishiroh ada beberapa sifat-sifat baik yang dimiliki olehnya, diataranya, ia adalah seorang yang sholat, yang semakin menunjukkan akan sholatnya adalah ada tanda bekas sujud diantara kedua matanya.
Lantas apakah sifat-sifat ini merupakan ciri khas khawarij? Tentu tidak, bahkan ini merupakan ciri-ciri yang baik. Apakah jika ada orang yang jidatnya hitam karena sering sujud dikatakan memiliki ciri khawarij?. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjenggot tebal??
Kelima : Jika setiap sifat yang disebutkan tentang Dzul Khuwaisiroh nenek moyang khawarij ini dijadikan ciri khusus khawarij maka tentunya kita akan mengatakan, diantara ciri-ciri khusus khawarij adalah jidatnya tinggi, matanya cekung ke dalam, tulang pipinya menonjol. Jika perkaranya demikian maka tentu tidak semua kaum khawarij yang diperangi Ali adalah khawarij, karena tentunya tidak semua memiliki sifat wajah seperti ini.
Keenam : Sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat yang dilihat oleh para sahabat yang meriwayatkan hadits yang menyaksikan kejadiannya langsung, dan bukan sifat-sifat yang disebutkan oleh Nabi tentang khawarij. Lain halnya dengan sifat “gundul” maka itu disebutkan khusus oleh Nabi tentang khawarij
Ketujuh : Dalam lafal-lafal hadits tidak disebutkan celana gantung, akan tetapi disebutkan مُقَلِّصُ الثِّيَابِ (yaitu baju) atau مُشَمَّرُ الإِزَارِ (yiatu menggulung/menaikan sarung). Jika perkaranya demikian maka setiap orang yang memakai sarung yang dinaikan maka ia telah memiliki sifat khawarij.
Kedelapan : Menaikkan atau celana gantung merupakan perkara yang terpuji selama tidak berlebihan. Bahkan diantara sunnah Nabi adalah mengangkat celana atau sarung hingga tengah betis.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِي قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :”إِزَارُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ, وَلا حَرَج – أَوْ وَلا جُنَاح – فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ, فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ, مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ
Dari Abu Said Al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda: Sarung seorang muslim hingga tengah betis dan tidak mengapa jika di antara tengah betis hingga mata kaki. Segala (kain) yang di bawah mata kaki maka (tempatnya) di neraka. Barang siapa yang menyeret sarungnya (di tanah-pent) karena sombong maka Allah tidak melihatnya.” (HR. Abu Daud no: 4093, Malik no: 1699, Ibnu Majah no: 3640. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin, Syaikh Albani dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Lantas Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat celana atau sarung mereka nggantung, apakah lantas dikatakan mereka adalah khawarij???. (Untuk lebih luas tentang masalah ini silahkan baca kembali artikel ini “ISBAL ?? NO !! Apa sih susahnya? wong tinggal ninggikan celana sedikit? Kan, masih tetap keren?“)
KEEMPAT : Ciri Khas Khawarij : Mereka Keluar Dalam Perpecahan Manusia
Idahram berkata, “Mereka keluar dalam perpecahan manusia”. Sejarah mencatat bahwa ajaran Muhammad bin Abdil Wahab muncul ketika umat Islam sedang terpecah-belah akibat penjajahan bangsa barat terhadap dunia islam” (Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi hal 170)
Igauan Idahram ini menyelisihi penafsiran yang ditunjukkan oleh lafal-lafal hadits dalam riwayat-riwayat yang lain.
Kesimpulan ciri yang disebutkan oleh Idahram diambil dari lafal dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ “Mereka keluar tatkala terjadi perpecahan diantara manusia”
Apakah yang dimaksud dengan perpecahan ini adalah sebagaimana yang diigaukan oleh Idahram “ketika umat Islam sedang terpecah-belah akibat penjajahan bangsa barat terhadap dunia islam”??. Jawabannya adalah tidak, Al-Imam An-Nawawi berkata :
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “يَخْرُجُوْنَ عَلَى حين فرقة من الناس“, para ulama memberi harokat dalam as-Shahih dengan dua model, yang pertama “حِيْنِ فُرْقَةٍ” yaitu “pada waktu terjadinya perpecahan manusia”, yaitu perpecahan yang terjadi diantara kaum muslimin, yaitu perpecahan yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah –semoga Allah meridhoi mereka berdua-.
Dan yang kedua “خَيْرِ فِرْقَةٍ” yaitu mereka khawarij keluar dari kelompok yang terbaik diantara dua kelompok. Akan tetapi pengharokatan yang pertama lebih masyhur dan lebih banyak. Dan ini dikuatkan dengan sebuah riwayat setelah riwayat ini “يخرجون في فُرْقَةٍ من الناس” yaitu dengan mendommah huruf faa’ فُرْقَةٍ tanpa ada khilaf” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 7/166)
Al-Hafiz Ibnu Hajar mendukung penafsiran yang pertama karena adanya riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan akan hal itu. Diantara riwayat-riwayat lain yang beliau sebutkan adalah;
Pertama ; Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عِنْدَ فُرْقَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ
“Muncul khawarij tatkala perpecahan diantara kaum muslimin, mereka dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok kaum muslimin yang lebih utama kepada kebenaran”
Maksud Nabi yaitu Khawarij muncul tatkala terjadi perpecahan diantara dua kelompok, yaitu kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah, lalu khawarij diperangi dan dibunuh oleh kelompok Ali, yang merupakan kelompok yang lebih mendekati kebenaran dari pada kelompok Mu’awiyah.
Kedua : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي فِرْقَتَانِ فَيَخْرُجُ مِنْ بَيْنِهِمَا طَائِفَةٌ مَارِقَةٌ يَلِي قَتْلَهُمْ أَوْلاَهُمْ بِالْحَقِّ
“Akan ada di umatku dua kelompok, maka keluarlah diantara kedua kelompok tersebut sebuah kelompok khawarij, dan mereka akan diperangi oleh kelompok yang lebih utama kepada kebenaran”
Ketiga : Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain
يَخْرُجُوْنَ فِي فُرْقَةٍ مِنَ النَّاسِ يَقْتُلُهُمْ أَدْنَى الطَّائِفَتَيْنِ إِلَى الْحَقِّ
“Mereka (khawarij) keluar pada saat perpecahan di antara manusia, dan mereka dibunuh oleh salah satu dari dua kelompok yang lebih dekat kepada kebenaran”
(Silahkan ketiga riwayat di atas, dan juga dua riwayat yang lainnya di Fathul Baari 12/295)
Dari sini kita tahu bahwasanya maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits di atas adalah khawarij yang muncul di zaman Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.
bersambung…
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com